Eren Yeager: Kebebasan, Dosa, dan Takdir yang Tak Terelakkan

Dalam Attack on Titan, Eren Yeager bukan hanya sekadar protagonis. Dia adalah simbol kebebasan, sekaligus kehancuran. Dari seorang anak kecil yang hanya ingin melihat dunia luar, dia berubah menjadi seseorang yang rela menghancurkan dunia demi mencapai kebebasan.

Tapi apakah Eren benar-benar berubah? Ataukah sejak awal dia memang seperti itu?

Kebebasan yang Selalu Dikejar, Tapi Tak Pernah Benar-Benar Diraih.
Sejak kecil, Eren sudah memiliki dorongan kuat untuk kebebasan. Dia tidak menerima kenyataan bahwa mereka hidup di balik dinding, tidak peduli betapa amannya tempat itu. Dia membenci gagasan bahwa mereka dikurung seperti ternak. Saat ibunya dibunuh oleh Titan, kebencian itu semakin membara—Eren ingin membalas dendam dan menghancurkan semua Titan.

Tapi ketika akhirnya dia tahu kebenaran, bahwa dunia luar tidak seperti yang dia bayangkan, semua berubah. Titan bukanlah musuh sebenarnya. Dunia luar tidak lebih baik dari dalam dinding. Musuhnya adalah orang-orang yang bahkan tidak mengenalnya, tetapi sudah ingin membunuhnya hanya karena dia berasal dari Pulau Paradis.

Eren merasa dikhianati oleh dunia. Dan dari titik inilah, dia mulai mengambil langkah-langkah ekstrem untuk mencapai kebebasan yang selama ini dia impikan.

Berbohong Demi Melindungi Orang yang Dicintainya.
Eren tahu bahwa pilihan yang dia buat akan menyakiti orang-orang di sekitarnya, terutama Armin, Mikasa, dan para pasukan Survey Corps. Tapi justru karena itulah, dia berusaha menjauhkan mereka dari dirinya.

Salah satu kebohongan terbesarnya adalah ketika dia mengatakan bahwa dia membenci Mikasa. Dia menyebut Mikasa sebagai budak genetik yang hanya mengikuti perintahnya tanpa kehendak sendiri. Tapi kenyataannya? Dia mencintai Mikasa lebih dari yang bisa dia ungkapkan.

Eren tahu bahwa jika Mikasa tetap di sisinya, dia akan terluka lebih dalam saat semua ini berakhir. Maka dia memilih untuk menyakitinya lebih dulu, agar nanti rasa sakitnya tidak lebih besar.

Kesalahan yang Tidak Bisa Dia Hapus

Ketika Eren pergi ke Marley dan menyamar sebagai Eldian biasa, dia melihat dunia luar secara langsung. Tapi yang dia lihat bukanlah dunia yang penuh dengan keajaiban seperti yang ada dalam buku Armin.

Dia melihat diskriminasi, kekejaman, dan kebencian yang diwariskan turun-temurun. Saat itulah dia sadar bahwa tidak ada jalan damai untuk menyelamatkan bangsanya. Jika dia tidak menghancurkan dunia, maka dunia yang akan menghancurkan Pulau Paradis.

Tapi keputusan ini bukan tanpa penyesalan. Ketika dia bertemu Ramzi, seorang anak kecil yang dia tolong, dia sudah tahu bahwa anak itu akan mati di tangannya sendiri. Dia tahu bahwa dengan memulai Rumbling, dia akan membunuh jutaan orang yang tidak bersalah—anak-anak, ibu-ibu, keluarga yang bahkan tidak mengenal dirinya.

Namun meskipun dia menangis dan meminta maaf, dia tetap melakukannya. Karena bagi Eren, tidak ada pilihan lain.

Dosa yang Terus Menumpuk dan Keputusasaan yang Menghantui
Saat Rumbling terjadi, Eren benar-benar mencapai titik tanpa jalan kembali. Dia menghancurkan kota-kota, menginjak-injak orang-orang yang bahkan tidak tahu mengapa mereka harus mati.

Tapi semakin dia melangkah, semakin berat dosa yang dia tanggung. Kita bisa melihat bahwa Eren semakin kehilangan dirinya sendiri. Dia kembali ke versi kecil dirinya, mencoba melupakan beban yang dia pikul. Seolah-olah, dengan menjadi anak kecil lagi, dia bisa lari dari semua kesalahan yang dia buat.

Tapi kenyataannya, dia tidak bisa lari.

Di saat terakhirnya, dia tidak lagi bisa membedakan apakah dia masih memiliki kendali atas dirinya sendiri atau tidak. Dia hanya tahu bahwa dia ingin teman-temannya bebas. Tidak lebih, tidak kurang.

Eren vs Armin: Dua Cara Pandang yang Berbeda Tentang Kebebasan
Sejak kecil, Armin selalu bermimpi melihat dunia luar. Dia membayangkan tempat-tempat indah yang tertulis dalam buku-bukunya.

Tapi ketika mereka akhirnya mencapai lautan, Eren tidak merasa puas. Dia hanya melihat rintangan lain yang harus dia hancurkan.

Inilah perbedaan mendasar antara Eren dan Armin.

Armin ingin memahami dunia, mencoba mencari kedamaian di dalamnya.

Eren ingin menghancurkan dunia, karena dia percaya hanya dengan begitu dia bisa bebas.


Ketika Armin bertanya, "Kenapa kau melakukan semua ini?" Eren hanya menjawab, "Aku tidak tahu."

Jawaban itu bukan berarti dia tidak memiliki alasan. Tapi alasan itu begitu kompleks, begitu dalam, sehingga dia sendiri tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata.

Mikasa: Satu-satunya Orang yang Bisa Menghentikan Eren
Di antara semua kekacauan yang dia ciptakan, Mikasa tetap menjadi satu-satunya cahaya bagi Eren.

Eren tahu bahwa hanya Mikasa yang cukup kuat untuk mengakhiri semuanya. Dan ketika akhirnya Mikasa menebas kepalanya, itu bukan hanya akhir dari Rumbling, tapi juga akhir dari beban yang dia tanggung selama ini.

Dalam detik-detik terakhirnya, Eren melihat Mikasa. Dan di sanalah dia akhirnya merasa damai.

Eren Yeager: Pahlawan atau Penjahat?
Eren Yeager adalah karakter yang sulit dikategorikan. Dari sudut pandang Pulau Paradis, dia adalah pahlawan yang berani melindungi bangsanya dengan cara apa pun. Namun, bagi dunia luar, dia adalah monster yang memicu genosida terbesar dalam sejarah.

Sejak kecil, Eren selalu mendambakan kebebasan. Namun, ironisnya, dalam perjuangannya mencapai kebebasan, dia justru menjadi budak dari takdir. Dengan kekuatan Attack Titan, dia melihat masa depan dan merasa tidak punya pilihan selain melakukan Rumbling. Dia sadar tindakannya salah, tapi tetap maju karena percaya itulah satu-satunya jalan.

Eren bukanlah pahlawan yang berjuang demi keadilan, tapi juga bukan penjahat tanpa alasan. Dia adalah korban dari dunia yang kejam, sekaligus pelaku yang memperpanjang kebencian. Pada akhirnya, apakah dia benar atau salah tergantung dari sudut pandang masing-masing. Yang jelas, dia adalah salah satu karakter paling tragis dalam sejarah anime.


Komentar